Kamis, 29 Maret 2012

Tugas 2 ( Analisis Kasus L/C (letter of credit))

Feri Herdiawan Saputra
21208352
Tugas 2 ( Analisis Kasus L/C (letter of credit))
1. Kasus L/C fiktif BNI
2. Kasus L/C fiktif Bank Century
Kasus pertama (L/C fiktif BNI)
Asal mula kasus ini bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. L/C tersebut dibuka oleh bank-bank yang selain bukan merupakan koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam kategori berisiko tinggi (high risk countries). Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary (eksportir). Sementara yang menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam Gramarindo Group dan Petindo Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu minyak dengan negara tujuan Kenya dan beberapa negara di Afrika. Kasus BNI ini terjadi pada BNI cabang Kabayoran Baru yang terjadi pada bulan juli tahun 2002 sampai dengan bulan agustus tahun 2003.
Dilihat dari teknik perbankan yang menyangkut operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya. hal ini seharusnya Bank BNI selaku penerima L/C harus memiliki buku pedoman perusahaan (BPP) yang merupakan buku pegangan kerja bagi setiap petugas, termasuk sistem pengamanan L/C. Sebelum L/C tersebut diteruskan kepada eksportir, pertama-tama yang harus dilakukan Bank BNI Kebayoran Baru adalah membuat/mengisi work sheet. Work sheet tersebut merupakan lembaran catatan bank yang akan selalu diisi dan menjadi pedoman petugas-petugas bank dalam menangani L/C tersebut, yaitu mulai dari saat L/C itu diterima sampai saat L/C itu dinegosiasikan dan dibayar. Menurut informasi, Bank BNI Kebayoran Baru ternyata tidak membuat work sheet, sedangkan work sheet merupakan salah satu sarana pengamanan bagi para petugas dan pejabat bank yang terkait dan bertanggung jawab dengan L/C tersebut. Dalam work sheet itu harus dicatat hal-hal yang menyangkut rincian L/C Antara lain siapa bank pembuka (issuing atau opening bank), nomor dan tanggal L/C, siapa eksportirnya, untuk komoditas apa (barang yang diekspor), berapa jumlah satuan atau beratnya, berapa nilainya dan dalam mata uang apa, batas waktu L/C (expiry date), dan batas waktu tanggal bill of lading (dokumen pengangkutan kapal). Selain itu, dicatat pula apa syarat-syarat L/C, antara lain apakah L/C itu merupakan usance L/C (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat eksportir adalah wesel ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu tertentu, misalnya 90 hari setelah wesel itu diterima importir) atau L/C tersebut merupakan sight L/C (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat oleh eksportir adalah wesel ekspor yang harus segera dibayar seketika wesel itu diterima importir).
Menurut ketentuan Undang-Undang Perbankan, bank harus selalu berhati-hati dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berkenaan dengan transaksi L/C Bank BNI Kebayoran Baru tersebut, kehati-hatian bank itu antara lain menyangkut siapa yang menjadi beneficiary L/C. Beneficiary adalah nasabah bank penerima dan bagaimana reputasinya selama ini? Apakah beneficiary memiliki kemampuan untuk melaksanakan transaksi komoditas sebagaimana yang dimaksud dalam L/C.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif. Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu. Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagian dikutif dari ”Memahami Kasus L/C Bank BNI dari Aspek Teknis Perbankan” Sutan Remy Sjahdeini
Kasus kedua L/C Bank Century
Bank century merupakan bank gagal yang bermula bernama bank mutiara yang didirikan oleh seorang Bankir yang bernama Robert Tantular. Bank yang menjadi trend topik pada tahun 2010an karena “bail out” (dana talangan) yang dikucurkan oleh Bank Indonesia(BI) selaku bank central. Dana ‘bail out” yang dikucurkan oleh bank Indonesia yaitu sebesar 6,7 triliun. Kasus ini bukan hanya menyangkut citra perbankan Indonesia tetapi tetapi pada kasus ini terjadi Intrik politik didalamnya dan sangat dipolitisasi oleh pihak pihak yang yang kontra terhadap Rezim pemerintahan pada masa itu, yang dimana pada masa “bail out’ itu terjadi dimana Bapak Budiono selaku gubernur Bank Indonesia yang mempunyai andil besar dalam pengambilan keputusan “bail out” sekarang ini menjadi Wakil president mendampingi Susilo bambang Yudhoyono. Dan Sri Mulyani yang pada masa itu menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Sebagai Ulasan kasus bank Century penulis mengutif dari situs berita Viva news. Isi berita tersebut adalah sebagai berikut :
”Mabes Polri mempertanyakan sikap tertutup Bank Indonesia yang tidak melaporkan enam dari 10 letter of credit (L/C) fiktif Bank Century. Laporan pada Maret 2009 lalu hanya menyebutkan empat L/C fiktif. Penerbitan L/C fiktif itu, kata Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji, Selasa 15 September 2009, dilakukan pengurus bank saat belum diambil alih pemerintah, yakni Robert Tantular, Hermanus Hasan Muslim, dan Krisna Jagateesen. L/C senilai US$ 75,2 juta itu masuk kategori tindak pidana perbankan. Empat debitor yang menikmati puluhan juta dolar itu adalah PT Sakti Persada Raya, PT Damar Kristal Mas, PT Dwi Putra Mandiri Perkasa, PT Energy quantum Easton Indonesia, di mana per debitor sesuai dengan dokumen L/C mengimpor kacang kedelai.
"Namun faktanya impor tersebut tidak pernah dilaksanakan. Informasi yang diterima penyidik, debitor penerima L/C sebanyak US$178 juta, namun yang dilaporkan oleh BI hanya 4 debitor.Sedangkan terhadap 6 debitor lainnya tidak dilaporlkan, karena menurut BI dan Bank Century masih tergolong lancar," beber Susno.
Menindaklanjuti laporan tersebut polisi telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan dan telah melakukan pemeriksaan terhadap 32 saksi, serta meminta keterangan ahli dari BI dan selanjutnya akan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka yang saat ini ditahan di Kejagung. Sekadar diketahui hasil perhitungan pada 31 Desember 2008, setelah memperhitungkan injeksi modal Rp 4,977 triliun, CAR bank tercatat masih negatif 19,21 persen, sehingga dibutuhkan tambahan modal sebanyak Rp 1,155 triliun. Saat itu BI juga memperdalam pemeriksaan lewat audit investigasi dan menemukan adanya fraud yang dilakukan pengurus lama dalam beberapa bulan sebelum bank dialihkan ke LPS. Si pemilik, Robert Tantular, berulah dengan memberikan fasilitas kredit perdagangan (L/C) kepada 10 debitor dengan total US$ 178 juta yang diindikasikan merupakan rekayasa dengan menggunakan perusahaan fiktif. Sebagian besar fasilitas itu hanya dijamin dengan deposito antara 5-20 persen dari nilai fasilitas kredit.”
Sebagai salah satu cara pembayaran dalam transaksi perdagangan intemasional Letter of Credit (L/C) memberikan keuntungan dan segi-segi positif bagi para pihak pelaku perdagangan intemasional. L/C dianggap sebagai cara pembayaran yang paling ideal dan aran karena dengan L/C kepastian pembayaranbagi pihak penjual terjamin. Bagi pihak pembeli dengan L/C akan mengamankan dananya sekaligus menjamin kepastian penyerahan barang yang diperjualbelikan. Pembayaran dengan L/C adalah pembayaran bersyarat dimana penjual dapat memperoleh pembayaran apabila menyerahkan dokumen-dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi LIC yang menunjukan bahwa penjual telah melaksanakan pengiriman atau penyerahan barang. Bank sebagai wakil atau kuasa pembeli akan melakukan pembayaran sesuai dengan instruksi pembeli bilamana dokumen-dokumen yang diterima telah sesuai dengan syarat dan kondisi L/C.
Dilihat dari kasus L/C Bank Century maupun Bank BNI yang telah dibahas. Dapat diasumsikan bahwa bank selaku pihak yang memberikan layanan dan jaminan terhadap L/C tersebut terjadi keteledoran bahkan terindikasi tindak kucurangan(FRAUD) yang dilakukan oleh oknum bank sendiri yang terjadi pada kasus L/C bank BNI cabang Kebayoran Baru maupun oleh pemilik bank seperti yang dilakukan oleh Rober Tantular terhadap Bank yang didirikannya sendiri yaitu Bank Century. Perlu ada pengawasan lebih ketat baik oleh pihak BI (bank Indonesia) Maupun Lembaga Pemerintah lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar